Ketua Aptisi Lampung Harapkan Dialog Nasional Jadi Solusi Masalah Pendidikan dan Sosial
Bandar Lampung, garismerahnews.com-
Arah dan tujuan pendidikan nasional, seperti yang diamanatkan oleh UUD dasar 1945, memiliki tujuan utama mencerdaskan kehidupan berbangsa yang diikuti dengan peningkatan iman dan takwa serta pembinaan akhlak mulia seluruh warga Negara.
“Kedatangan Bapak Menteri Pendidikan hari ini untuk melakukan dialog nasional, akan menjadi sebuah wahana bagi kita semua yang hadir, untuk memberikan gambaran sejauh mana pendidikan berkualitas dan merata terjadi di Provinsi Lampung,” kata Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah II-B Lampung Ir. Hi. Firmansyah Y. Alfian, MBA., M.Sc, Senin (14/8/2018).
Hal itu dikatakan Firmansyah dalam Dialog Nasional yang menghadirkan tiga menteri Kabinet Kerja II Joko Widodo, Jokowi, di ruang Mahligai Convention UBL. Menurut Rektor Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya itu, Provinsi Lampung memiliki bentang geografis yang unik; laut, gunung, bukit, lembah, yang terbagi dalam 15 kabupaten dan kota.
“Semoga, dengan adanya dialog ini maka akan ada solusi-solusi strategis dan teknis yang dapat disegerakan untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di Tanoh Lado yang kita cintai ini,” kata dia.
Firmansyah juga mengatakan terkait dengan bentang geografis tadi, Provinsi Lampung membutuhkan pula langkah-langkah strategis dan teknis untuk menyelesaikan masalah perhubungan antar-kabupaten dan antar provinsi. “Hari ini, dalam dialog nasional, kami semua berharap agar Menteri Perhubungan dapat menyuarakan aspirasi kita semua kepada pimpinan Negara tertinggi Presiden RI, untuk menyegerakan pembangunan infrastruktur,” kata mantan anggota DPRD Lampung itu.
Sehingga, pemerataan pembangunan dapat tercapai. Sehingga kemakmuran tak hanya berpusat pada kota-kota besar saja, pun merata ke seluruh pelosok bumi Lampung. “Infrastruktur yang baik akan menjadi jalan bagi pemerataan kehidupan sosial dan kemakmuran,” kata dia.
Saat ini, menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin hingga akhir 2017 yang lalu masih tersisa di angka satu jutaan (1.083.740), tentu saja angka ini cukup besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Provinsi Lampung.
“Kami sangat yakin, diantara mereka yang miskin tersebut, memiliki kemampuan untuk menempuh pendidikan tinggi namun terkendala biaya. Semoga dengan tugas pokok dan fungsi utama dari kementerian sosial. Yaitu, dengan melakukan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan penanganan fakir miskin,” kata dia.
Tiga menteri yang hadir dalam dialog nasional itu adalah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI, Prof. H. Muhammad Nasir Ph.D Ak., Menteri Perhubungan RI, Ir. Budi Karyadi Sumadi, dan Menteri Sosial, Dr. H. Idrus Marham
Sementara, Rektor UBL Dr. Ir. H.M. Yusuf S. Barusman., MBA mengatakan kegiatan inj dinisiasi Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah II Sumbagsel bekerja sama dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah II-B Lampung.
Menurutnya, selain menghadirkan tga Menteri, kegiatan ini juga dihadiri Koordinator Kopertis Wilayah II Prof. Dr. H. Slamet Widodo, M.S., M.M., (Pjs) Gubernur Lampung Didik Suprayitno, Kapolda Lampung Irjen Pol Suntana, unsur Forkopimda provinsi, seluruh pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta se-Provinsi Lampung dan juga 7.000 mahasiswa perwakilan seluruh kampus di Lampung.
Yusuf Barusman, mengaku sangat megapresiasi atas ditunjuknya UBL sebagai tuan rumah kegiatan ini. Ia mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dari Kopertis Wilayah II-B dan Aptisi Lampung yang telah menunjuk UBL sebagai tuan rumah kegiatan Dialog Nasional.
Sebelumnya, Pjs. Gubernur Lampung Didik Suprayitno mengatakan, dialog mutlikultur merupakan sebuah hal yang penting dilakukan oleh negara multietnis, budaya dan agama seperti Indonesia. “Untuk itu, perguruan tinggi memainkan peran yang penting dalam melancarkan dialog mutlikultur karena lingkungan kampus merupakan ruang dimana orang-orang yang dari berbagai latar belakang budaya, etnis, ras dan agama bertemu dan saling berinteraksi.”
Menurut Didik, dalam hal ini perguruan tinggi perlu membina mahasiswanya untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan. Apalagi, multikulturalisme merupakan sebuah warisan budaya yang perlu dijaga.
“Langkah awal yang perlu diambil dalam mengaktualisasi konsep kebangsaan dalam konteks kebudiluhuran dapat dilakukan dengan memupuk kebanggaan berbangsa, khususnya di antara generasi muda. Pluralisme lebih baik dikembangkan melalui pendekatan budaya, tidak hanya melalui agama,” kata dia.
Dia juga menilai sangat pentingnya peran budaya dalam mempersatukan masyarakat Indonesia yang majemuk mengingat meski terdapat banyak budaya yang ada di Indonesia. Namun, nilai-nilai inti dari masyarakat di Indonesia relatif sama dari Sabang sampai Merauke.
“Dialog Kebangsaan memiliki arti penting dan strategis mengingat belakangan ini, bangsa Indonesia tengah mengalami ujian yang dapat mengganggu rasa, semangat dan jiwa persaudaraan kebangsaan Indonesia.” (**/gm/lv)